Menu
Pengulangan Menjadi Kebiasaan
Subuh-subuh dapat pemberitahuan dari anaknya Mba yang kerja di rumah, kalau hari ini dia enggak masuk.
The WeddingWaltz - Indonesian verse
Di sebuah desa kecil yang asri, terletak di antara perbukitan dan kebun buah yang berbunga, tinggallah sepasang suami istri tua bernama Evelyn dan Harold.
Mereka telah menghabiskan waktu bersama selama puluhan tahun, melewati badai kehidupan, dan kini putri mereka, Lily, akan memulai perjalanan cintanya sendiri.
Pagi hari pernikahan Lily menyingsing dengan sinar keemasan yang mengintip melalui tirai renda pondok mereka yang nyaman.
Evelyn sibuk di dapur, tangannya dengan ahli menguleni adonan untuk kue pengantin. Harold duduk di meja kayu usang, menyeruput tehnya, tenggelam dalam kenangan.
"Ingatkah saat kita masih muda?" tanya Harold, matanya menyipit di sudut-sudutnya. "Hari pernikahan kita sendiri—tawa gugup, janji-janji yang kita buat?"
Evelyn tersenyum, rambut peraknya memantulkan cahaya. "Tentu saja, sayangku. Kita menari waltz, dan dunia menghilang. Hanya ada kau dan aku, berputar-putar dalam pelukan satu sama lain."
Saat matahari terbit, desa itu berdengung dengan kegembiraan.
Lonceng gereja berdentang, dan para tamu berkumpul dengan pakaian terbaik mereka.
Lily, berseri-seri dalam gaun gadingnya, menggenggam buket bunga liar. Matanya berbinar seperti kelopak bunga yang dicium embun.
Evelyn dan Harold duduk berdampingan di bangku depan, tangan mereka saling bertautan. Air mata mengalir saat mereka melihat putri mereka berjalan menyusuri lorong.
Organ memainkan lagu yang sudah tidak asing lagi—lagu waltz yang sama yang pernah mereka dansa bertahun-tahun yang lalu.
Lily mencapai altar, tempat mempelai prianya, James, berdiri menunggu. Matanya memancarkan campuran kekaguman dan kelembutan.
Pendeta berbicara tentang cinta, komitmen, dan ikatan suci pernikahan.
Hati Evelyn dipenuhi dengan kebanggaan. Harold menyeka air matanya.
Ketika tiba saatnya untuk mengucapkan sumpah, Lily menoleh ke orang tuanya. "Ibu, Ayah," katanya, suaranya tenang, "kalian telah menunjukkan padaku seperti apa cinta itu. Terima kasih telah mengajariku menari waltz dalam hidup."
Evelyn dan Harold saling berpandangan. Tahun-tahun berlalu, dan mereka teringat janji-janji mereka sendiri—yang terukir dalam renda dan berbisik di bawah langit yang diterangi bulan.
Saat pasangan pengantin baru itu bergoyang mengikuti alunan waltz, Evelyn menyandarkan kepalanya di bahu Harold. "Lily kita," bisiknya. "Dia telah menemukan pasangan dansanya." Harold mencium pelipisnya. "Begitu juga kita, sayangku."
Dan di sana, dalam cahaya lilin gereja yang berkelap-kelip, Evelyn dan Harold menari waltz sekali lagi. Langkah mereka lebih lambat, tubuh mereka lebih lembut, tetapi keajaiban itu tetap ada.
Cinta, seperti melodi abadi, bergema dari generasi ke generasi.
Dan saat matahari terbenam di bawah cakrawala, memancarkan cahaya hangat ke desa, Evelyn berbisik, "Lily kita sekarang sedang menari waltz-nya sendiri." Harold meremas tangannya. "Ya, tapi dia akan selalu menjadi gadis kecil kita."
Maka, di ruang sakral antara kenangan dan harapan, mereka berputar-putar—sebuah keluarga yang terikat oleh cinta, yang selamanya menari waltz pernikahan.
Cinta
Kisah AI
*Catatan: Kisah ini merupakan perpaduan antara imajinasi dan nostalgia, merayakan keindahan cinta lintas generasi.*