Tipikal seorang perempuan ketika memuja suami, kebanyakan memang berterima kasih karena mau menikahi dirinya. Tentulah enggak ada perempuan yang mau membuka aib rumah tangganya. Memang yang terbaik adalah pasangan hidup kita.
Puja puji, harus kita nyatakan, bahwa pasangan kita baik-baik saja! Eaaa ... di dalam membina suatu rumah tangga memang kelihatan indah kalau dari luar sana. Rasanya adem-adem saja. Tetapi di balik itu semua ada kekuatan dua hati yang mencoba bertahan menghadapi tantangan.
Tantangan mulai dari dalam diri sendiri atau dari dalam diri pasangan. Tentulah menyatukan dua pikiran yang berbeda, apalagi dari dua latar belakang keluarga yang berbeda. Auh! Tidak mudah.
Banyak kata kompromi di dalamnya.
Sudah baca buku "Surat untuk Suamiku"? Isinya rata-rata hampir sama, puja puji untuk suami. Kerelaan untuk mempersunting para perempuan.
Saya sedang berpikir, apakah perlu kita ucapkan terima kasih begitu ya? Maksudnya ... kok saya merasa saya sebagai perempuan seperti tidak ada harganya seperti ada rasa rendah ketika harus mengucapkan terima kasih, karena para lelaki itu sudah memilih kita menjadi isterinya.
Apakah kita ini sebuah pilihan dari beberapa perempuan di luar sana? Saya rasa bukan ucapan terima kasih karena sudah dipilih dari beberapa perempuan itu, tetapi lebih kerelaan hati mau berjalan bersama dalam biduk rumah tangga yang sudah dibina. Bagaimana dengan pikiran saya yang kritis ini?
***
Dini seorang perempuan yang tegar, dengan keadaan dirinya, rasanya mustahil untuk mendapatkan calon pendamping hidupnya.
Apalagi ketika mengetahui dirinya bermasalah dengan rahimnya. Tentulah untuk para lelaki yang mengingini keluarga lengkap, Dini bukanlah pilihan tepat.
Ketika ada beberapa kista atau miom yang singgah di rahimnya. Rasa rendah diri Dini lebih menguasai pikirannya.
Ternyata ... masih ada laki-laki yang mau dan tidak perduli dengan keadaan dirinya. Erlangga memang tidak perduli dengan kekurangan Dini. Dia mau mempersunting Dini.
Dalam perjalanan pernikahan mereka, ternyata apa yang selama ini ditakutkan, tidak terjadi. Sekarang mereka dikarunia tiga buah hati yang cakap dan cantik.
Memang apa yang kita pikirkan, belum tentu sejalan dengan keinginan Tuhan. Yang rasanya mustahil ternyata berbeda dengan kasih sayang Tuhan.
***
Saya sedang berpikir, di dunia saja ada biro jodoh. Baik melalui teman, orang tua, atau jasa yang memang mengurus perjodohan itu. Kalau di tempat Tuhan bertahta, apa ada juga ya biro jodoh?
Bayangaan saya sih larinya ke malaikat kecil atau yang suka disebut Cupid. Penampilannya selalu memegang busur cinta. Sepertinya ini banyak di cerita mitos Yunani, benarkah?
Dengan panahnya cupid akan menembakan ke arah hati para perempuan dan laki-laki, membuat mereka saling jatuh cinta.
Dalam prakteknya di dunia ini, biasanya dari kenalan satu akan dijodohkan dengan kenalan lain yang kira-kira cocok.
Gampang? Sulit juga ternyata. Apalagi ketika yang kita jodohkan itu sudah masuk ke usia senja dan terlalu banyak maunya. Ya iyalah! Semua ingin yang terbaik, biar sudah berumur juga.
Memang ada perbedaan ketika kita menjodohkan dari sisi perempuan. Karena perempuan yang sudah berumur lebih sulit kesempatannya. Minimal harus dapat yang seumur atau lebih tua.
Sedangkan dari sisi lelaki, umur berapa saja dia masih bisa memberikan keturunan untuk para perempuan yang lebih muda. Untuk memilih pasangan hidup yang seumuran atau tidak muda lagi memang bukan menjadi pilihan utama para lelaki tua tersebut.
Bagaimana, benarkah cerita saya ini? Atau ada argumen yang bisa Anda berikan?
Dalam prakteknya saya mencoba melakukanam bidang perjodohan ini. Bukan bidang utama, tetapi hanya sambilan berjalan dalam kehidupan ini
Saya melihat sekeliling saya dan saya mencoba membantu mereka. Risih sebetulnya, karena ketika saya membantu, takut ada kekecewaan yang didapat, karena ketidakcocokan dengan pilihan pasangan.
Ah! Saya hanya bisa menghela nafas. Sedikit gemes rasanya, ketika saya mencoba menjodohkan yang saya rasa mereka itu cocok. Ternyata tidak sesuai dengan kriteria mereka.
Semoga saja ... apa yang sudah saya lakukan bisa membantu.
Kembali ke cerita perempuan tadi. Banyak pasangan muda zaman sekarang yang dengan gampang bisa mengucapkan kalimat cerai.
Ketika perbedaan pendapat tidak bisa diselesaikan. Apalagi dengan amarah dan otak rasanya mumet, paling cepat kalimat terlarang itu terlontar.
Ucapan terlarang biasanya diucapkan agar pertengkaran cepat selesai.
Coba dengan pikiran jernih, tapa disertai emosi yang tinggi, saya rasa persoalan yang ada tidak begitu sulit untuk diselesaikan.
Apakah ketika kedua pasangan sedang dalam keadaan saling berbantah sudah tidak ada rasa cinta lagi?
Serasa menatap pasangannya dengan mata ingin memukul, menganggap pasangan sendiri adalah lawan yang berbahaya? Kemana rasa cinta itu pergi.
Selama 31 tahun pernikahan, memang tidak mulus juga, masih suka ada rasa ngeyelnya. Berantem kecil, berbeda pendapat juga ada. Setelah ada argumen langsung berbicara lagi seperti biasa. Kalaupun ada salah minta maaf.
Bagaimana dengan pernikahan Anda?
Yah sebagai perempuan yang menjadi seorang isteri memang kita sudah ditakdirkan sebagai pendamping dan penolong para suami. Kalaupun ada perbedaan harus bisa mungkin dicari jalan keluarnya.
Jadi teringat pasangan muda yang ada di Tiktok. Mereka mengatakan ketika mereka berantem, jangan pergi meninggalkan pasangan, apalagi meninggalkan rumah. Harus tetap satu kamar, satu tempat tidur. Dalam satu jam mereka harus membahas perbedaan mereka. Satu sama lain harus mendengarkan argumen yang disampaikan pasangannya.
Wah, bagus juga cara mereka. Dengan umur yang masih muda mereka sudah punya solusi yang sudah diikrarkan sebelum mereka masuk ke jenjang pernikahan. dan harus tetap menjunjung komitmen mereka.
Bravo!
Love, Audy
0 Comments:
Posting Komentar