Angkot pink yang lewat di jalan raya sekarang sudah engga ada. Terakhir sebelum pandemi masih ada. Dengan kondisi rumah di bukit, sulit mencari transportasi. Yang ada, banyak tukang ojek mangkal tapi jauh mangkalnya, butuh waktu lima menit jalan cepat.
Sekarang bersyukur, banyak banget transportasi online, tinggal pesan melalui aplikasi dari rumah, mereka datang ke rumah, atau bisa dengan lokasi berbeda misalnya menjemput anak di sekolah. Jadi enggak usah jalan lagi ke bawah bukit, cie ... serasa ... tetapi memang, melelahkan karena jalannya menurun, apalagi di siang hari bolong, atau hujan besar.
Jadi teringat sewaktu masih tinggal di kota BSD, Tangerang Selatan, Suka banget! Tranportasi di sana gratis. Tadinya enggak berani keluar rumah. Jadi kalau mau belanja atau jalan-jalan ke mal, lebih baik menunggu Hubby pulang kerja atau menunggu hari Sabtu atau Minggu. Kurang percaya dengan transportasi yang ada. Lagian kerjanya Hubby jauh, jadi kalau ada apa-apa bikin repot. Beruntung anak-anak memakai mobil jemputan, jadi saya tenang jaga di rumah.
Halte utama ada di dekat rumah daerah Griyaloka. Harus mengetahui jadwal yang sudah disediakan, semua gratis tidak dipungut biaya. Saya paling suka naik dari sana terus sampai di Aeon, mal besar yang ada di sana. Kalau mau ke wilayah lain, misalnya dari BSD ke Sumarecon, tinggal naik bis jurusan ke arah halte yang dekat Sumarecon lalu dilanjutkan dengan alat transportasi lain. Biasanya saya memakai ojek online, katanya sih ada bis juga, tetapi setiap saya ke sana belum pernah ketemu sama bis yang dimaksud.
Selain kereta api dari Rawa Buntu, ada alternatif transportasi yang ke arah Ibu kota, misalnya seperti bis. Biasanya datang dari Tangerang, melewati BSD dan masuk ke Tol arah Ibu kota.
Tahu sendirikan, yang namanya naik bis itu gimana. Kalau pagi sudah pasti penuh dengan para pegawai, mahasiswa dan yang lainnya. Biasanya masih berbau harum. Kasihan juga sudah wangi dari rumah, engga dapat tempat duduk, harus berdiri berdempet-dempetan dengan yang lain.
Duh ... kalau sebagai perempuan itu susah kalau berdiri. Satu tangan pegangan dengan tali di atas, badan terombang ambing kiri kanan. Rasanya seperti telanjang saja. Mau nutup pantat susah, nutup dada juga ribet.
Kalau bisa sih jangan terlalu bergaya memakai baju ketat. Tutup semua dari atas ke bawah dengan jaket tebal, sehingga tidak menjadi perhatian tangan yang iseng. Kalaupun bersentuhan tidak terlalu terasa. Serba susah jadi perempuan. Enggak hanya predator tetapi sesama perempuan juga kadang tangannya nakal merogoh tas yang lagi digendong.
Baju wangi dan rapih, berantakan sampai kantor. Siasati dengan membawa baju ganti atau bisa juga memakai baju biasa dulu. Setlah sampai di kantor bisa mandi lagi dan berganti di kamar mandi. Walaupun fasilitas seperti itu jarang ada, kecuali memang kantornya bonafid, yang memperhatikan para karyawannya. Hem ... apakah ada? Membuat saya penasarang dengan fasilitas yang disediakan. Kalau lihat di film-film sih ada ya. Keren!
Zaman sekarang transportasi sudah begitu marak. Kereta cepat Jakarta-Bandung cuma menitan. 30 apa 45 ya? Maklum belum pernah coba. Enggak tahu mau kemana. Semua dimudahkan untuk para masyarakat. Biarpun begitu, orang yang mampu lebih sulit mempercayai transportasi umum. Tahu sendirilah, bukan rahasia lagi. Fasilitas yang diberikan di transportasi umum belum memadai. Masih jorok. Apalagi kamar kecilnya.
Daripada bersesak-sesak lebih baik naik kendaraan sendiri, lebih nyaman, aman, wangi enggak usah dikejar waktu. Dengan udara dingin dalam mobil pribadi membuat keadaan diri tetap wangi. Makanya banyak pegawai yang rela mengeluarkan uang dengan mencicil untuk mendapatkan kenyamanan itu.
Sedikit sulit ketika kita harus berpindah-pindah transportasi untuk mencapai tujuan. Seperti misalnya memakai Kereta Api dari Rawabuntu ke arah senin. Biasnya berganti kereta dulu untuk mencapai tujuan. Keluar kereta berjalan kaki menuju kereta lain. Capaikan!
Dari sesi parenting, buat saya kadang perlu mengajarkan anak-anak mengenai transportasi yang ada. Biar enggak kaget, ketika mereka menghadapi masalah di masyarakat. Hanya karena tidak tahu naik apa ke tujuan, membuat jadwal interview menjadi terbengkalai.
Masalahnya ketika mereka diajarkan cara naik transportasi, mereka tidak mau lagi menggunakannya. Mulai dengan penolakan karena bau, lama, capek, puyeng dan lain sebagainya. Banyak alasan yang mereka utarakan ketika diajak lagi mencoba transportasi umum lainnya.
Barangkali cara didik juga ya? Kebiasaan dari kecil sudah menikmati empuknya jok mobil yang nyaman berAC, ketika merasakan transportasi umum banyak ketidakcocokan.
Bagaimana Sobat, apakah mengalami hal seperti saya?
Love, Audy
0 Comments:
Posting Komentar