Udara begitu segar, ketika Tiwi membuka jendela. Tetapi lama kelamaan bau segar pegunungan menjadi tidak mengenakan. Tiwi mencium bau asap rokok yang menyengat masuk ke hidungnya
Tiwi penasaran, dia jalan keluar dari kamarnya menuruni tangga ke ruang bawah. Penasaran siapa yang menyebarkan bau tidak sedap itu. Terdengar suara gelak tawa dari arah depan, teras rumah. Ternyata ada tamu yang berkunjung, sepupu suaminya sedang datang berkunjung.
"Selamat Hari Raya Teh!" ucapnya ketika melihat Tiwi mengeluarkan kepalanya dari balik pintu. Tiwi pun tersenyum, melihat sodoran tangan sepupu suaminya itu. Matanya melirik ke atas meja tamu rupanya puntung rokok masih menyala di atas asbak.
Baca juga : Knock Out
"Rupanya kamu yang pagi-pagi sudah merusak udara pagi, Ndut! Tiwi sudah biasa memanggil sepupu suaminya, Gondut, dengan nama kecilnya.
"Maaf Teh kebiasaan jelek suka datang. Khilaf saya," jawabnya sambil mematikan puntung rokok.
Tiwi yang mendengar permintaan maaf itu akhirnya merasa bersalah juga. Karena ini hari raya malah jadi saling menegur.
***
Kebiasaan tegur menegur tidak begitu saja terjadi di Indonesia. Masih ada rasa sungkan, tapi sambil gondok di hati.
Saya sebetulnya juga enggak suka bermasalah dengan orang lain. Tapi kalau memang sudah tidak bisa ditolerir apa boleh buat saya tidak sungkan untuk menegur.
Beberapa kejadian pernah saya alami. Ketika saya sedang berada di antrian, tiba-tiba seorang ibu menyerobot antrian saya. Pura-pura tidak tahu kalau kami semua sedang antri.
Saya merasa kesal. Sudah beberapa waktu menunggu giliran, tiba-tiba ada yang menyalip tempat saya berdiri. Saya tepuk bahunya;
"Ibu, kami semua sedang mengantri. Silahkan, ibu antri dari belakang. Wajahnya pura -pura terkaget, ketika saya menegurnya. Sambil berkata 'Oh begitu ya!' Rasanya, ilmu bela diri saya mau keluar dari tubuh saya. Susah saya mau menahannya. Sabar sabar. Kalaulah dia bisa menunjukkan itikad baik saya tentu tidak semarah ini. Tetapi dengan gayanya yang cuek, membuat saya jadi marah.
Hah! Rasa di dada yang meyesakan paling membuat saya sedih. Saya tidak suka masuk dalam suasana sedih. Karena sudah lama tidak marag yang benar-benar jadi ketika kemarahan besar datang membuat saya sesak ... berdebar-debar.
Yang paling tidak saya sukai itu melihat ibu menyusui. Di sembarang tempat, kelihata payudara kemana-mana, biarpun dengan dalih menyususi anak, buat saya tetap tidak sopan mengumbar payudara kesemua orang. Semua mata pada jelalatan melihatnya.
Baca juga : Berpikir Positif
Kadang saya betulkan saja bajunya secara langaung, biar tahu kalau saya tidak suka dengan pemandangan itu.
Lain halnya ketika saya bertemu kejadian yang sama. Saya pura-pura tidak tahu, dan tidak mau lihat. Kok si ibu seperti sengaja memamerkan payudaranya ke semua orang. 'Sakit dia!'
Lihat latar belakangnya! Tiba-tiba saya tersentak ketika kalimat itu muncul di benak. Bener juga! Kalau sudah mengerti tata krama dan mengerti ilmu sopan santun tentu mereka tahu membawa diri mereka.
Kalau mau dihormati orang lain, harus menghormati diri sendiri dulu. Sehingga orang lain respek kepada kita.
Zaman sudah maju, kalaupun mau memberi susu buat bayinya tidak perlu membuka seluruh kancing. Sekarang ada kain yang bisa dipakai di luar baju dan anak ada di dalamnya. Sehingga hanya bisa terlihat dari lubang leher ketika bayi itu menyusu.
Baca juga :
Susah juga mengontrol setiap orang. Mereka punya keinginan yang berbeda dengan keinginan kita. Yang penting setiap orang mengerti tanggung jawab sebagai individu yang baik juga menjaga lingkungan. Belum lagi tanggung jawab sebagai penduduk bernegara.
Sudah sampai manakah tanggung jawab kita semua? Mulai dari yang terdekat, keluarga kita, anak-anak kita. Ajarkan kebersihan, membuang sampah pada tempatnya, budayakan mengantri.
Love, Audy
0 Comments:
Posting Komentar