Saya pikir hidup saya yang paling menyedihkan ... ternyata ada teman saya, sebut saja Diah yang lebih menderita dari saya.
Padahal perjalanan hidupnya yang saya perhatikan, dia baik-baik saja, keluarga juga baik. Apalagi dia sebagai leader di satu grup yang terkenal cukup membanggakan.
Sedih juga membaca cerita perjalanan hidupnya. Ketika dia kecil banyak menderita. Dia merasa tak berguna. Hukuman, pukulan, dan kata-kata kasar menderanya setiap hari. Kadang pergi sekolah dengan muka lebam. Kekerasan banyak ia terima dari keluarga, terutama ibunya. Dia ingin menunjukkan bahwa dia itu mampu dan bukan anak yang tidak berguna seperti apa yang dicap oleh keluarganya.
Diah menunjukkan prestasi di sekolahnya dengan menjadi langganan juara kelas. Prestasinya sebagai penulis artikel sewaktu SMP juga diakui oleh para guru-gurunya yang mendapuk dia menjadi ketua mading (majalah dinding)
Meskipun tidak secepat itu perjalanan hidupnya mulus, tetapi yang saya lihat sekarang hidupnya mulai membaik. Setelah lepas dari depresi yang berkepanjangan, dia sudah mulai bisa menjejakkan kaki menghadapi kesulitan yang ada. Semoga
***
Sedih ya membaca cerita teman saya itu? Menderita karena bukan orang lain, tetapi dari keluarga sendiri, terutama ibu yang sudah melahirkannya. Ternyata bukan ibu tiri saja yang bisa kejam terhadap anak tiri, tetapi ibu kandung pun bisa kejam juga.
Enggak habis pikir, salah apa ya si anak? Setahu saya anak-anak itu masih belum tahu apa yang baik dan yang jahat kecuali kita, sebagai orang tuanya mengarahkan dia ke arah tersebut..
Dalam ajaran yang saya anut pun ada hukuman kalau memang sudah melanggar, biasanya hanya dipukul di pantat. Entah kalau ajaran lain. Hal ini dimaksudkan untuk kebaikkan anak. Setelah beberapa kali tidak bisa diberitahu. Tetapi setelah ada tindakan tegas, harus ada pelukan untuk meredakan kemarahan satu sama lain, dan ucapan maaf.
Jadi teringat waktu saya masih kecil, apa saya begitu bandel? Entahlah saya lupa. Sabetan lidi sering mampir di betis kaki. Sampai sekarang saya masih bingung, mengapa lidi itu bisa mampir. Apalagi Tali pinggang alm ayah saya sering mampir juga Saya sih sebteulnya sudah lupa apa yang terjadi. Tetapi karena saya membaca cerita teman saya kok jadi seperti muncul momen kesakitan saya itu.
Ampunilah saya Tuhan untuk mengingat masa lalu, ada muncul rasa benci mengingat itu. Ampuni saya!
Bersyukur untuk teman saya, Diah. Dalam penderitaannya, dia bisa melewatinya. Bisa gila kalau dia tidak bertahan. Kalau saya baca hidupnya seperti kerbau yang dicucuk hidungnya diseret kesana kemari. Saya juga baru tahu ternyata sewaktu kuliah pun, harus kuliah sesuai dengan keinginan orang tuanya, bukan keinginan dia sendiri. Betapa depresinya dia.
Dari pengalaman hidupnya, Diah akhirnya bisa menjadi pribadi yang penuh cinta dan empati, sehingga dalam usaha meraih hati klien mendapat empati dan dukungan.
Apakah hidup kita harus melewati banyak rintangan dulu, sebelum menjadi berhasil? Jawabannya kembali kepada Anda masing-masing. Saya sedikit ragu untuk menjawab. Karena ada dua alasan yang bisa saya utarakan. Jawabnya bisa saja melewati rintangan dulu. Tetapi ada jugasah melewati, bisa berhasil, seperti anak-anak yang orang tuanya kaya, mereka sudah dipersiapkan sarana dan prasarana, sehingga mereka bisa langsung mengendalikan perusahaan. Bagaimana? Benarkah argumen saya?
Love, Audy
Ref:
Antologi Memoar
0 Comments:
Posting Komentar