"Salah saya barangkali, tidak memperhitungkan ibu kosan datang tiba-tiba." Isak tangis terdengar dari teman saya Cinda yang sedang memberikan kesaksian di grup perempuan. Bagaimana dia bercerita tentang keadaannya beberapa hari sebelumnya.
Pada saat itu gas untuk masak habis, jadi dia pesan ke tempat langganannya untuk beli gas. Sebagai orang yang ngontrak di rumah orang, kayaknya ga masalah untuk membeli gas dapur, kan memang dipisahkan tempat tinggalnya. Yang menjadi masalah tuh, pintu pagar masuk ke dalam cuma ada satu. Jadi tamu yang datang bisa ketahuan si pemilik rumah.
Ketika membeli gas, ternyata tidak ditutup oleh anaknya Cinda, sehingga dibiarkan terbuka. Anaknya rico sedang diajak bermain oleh cucunya pemilik kosan, padahal dia sudah diwanti-wanti untuk menutup pintu.
Akhirnya, terjadi deh kejadian itu, sang pemilik rumah menegur Cinda karena lalai. Kalau dilihat dari kejadian ini, rasanya dirinya ingin marah, Mengapa harus ada teguran, kan itu terjadi juga karena tidak sengaja. Emosi bisa saja terjadi, tetapi hati nurani mengajarkan untuk tidak ada rasa marah atau dendam.
Kalau mendengar cerita teman saya, bagaimana menurut Anda? Siapa yang salah?
Karena kontrakan Cinda masih satu rumah dengan pemilik rumah jadi wajar saja sih kena semprot. Apalagi pagarnya cuma satu yang menuju ke arah rumah besar dan tempat kosan. Memang, orang yang tidak dikenal bisa masuk dengan sembarangan.
Pada pertemuan perempuan ini bertemakan bagaimana caranya kita sebagai manusia bisa bertahan untuk tidak marah. Mendapat judul seperti ini membuat tantangan di diri ini.
Kalau dilihat dari keseharian kita sebagai ibu rumah tangga dan seorang ibu kayaknya sedikit sulit, untuk mengandalikan agar kita tidak marah. Saya rasa bukan marah tetapi lebih condong ke arah mengomel ... benar enggak? Atau Anda ada saran lain? Apakah ngomel juga dibilang menjadi sikap? Menahan nafsu untuk tidak mengeluarkan unek-unek sama saja yaaa! Menjaga emosi. Menurut firman yang dibagikan, setiap kegiatan atau apapun harus dimulai dengan berdoa lebih dahulu.
Saya jadi berpikir sedikit mengenang apa yang telah terjadi. Pernah ada kejadian ketiak amarah saya meledak. Nah saya tidak mengambil langkah yang mula-mula. Berdoa dulu dan memlih kalimat bijak yang akan dilontarkan. Semua berantakkan ... dan semua tidak terkendali.
Ucapan keras diucapkan, saya tahu pasti melukai hati Ananda. Setelah terlontarkan kadang ada rasa kelegaan, karena apa yang saya endapkan dalam hati semuar keluar dan tidak tertahankan lagi. Yang penting keinginan saya tersampaikan. Luar biasa yaaa ... ucapan yang saya lontarkan. Tidak ada waktu untuk menarik kembali.
Kadang rasa tidak terima, tergambar jelas di wajah Ananda. Kalau sudah begini baru penyesalan itu datang ... dan terlambat. .. kata-kata sudah menggoreskan di hati yang terdalam. Saya mohon ampun! Dan meminta maaf kepada Ananda, sambil memeluknya.
Saya terlalu perfeksionis atau memang seperti itulah saya yang suka blak-blakan kala menyampaikan keinginan saya. Tanpa melihat keburukkan akan terjadi. Saya berusaha untuk lebih menahan emosi saya, dan itu membutuhkan waktu tidak sebentar. Saya tahu dan coba melakukannya.
Ada cerita lain yang disampaikan oleh teman perempuan saya yang lain. Bagaimana dia menjadi saksi kalau Tuhan berkarya dalam kehidupannya selama ini.Tidak terlalu gambalang, Ibu ini bercerita. Tetapi dari beberapa keterangan yang disampaikan, saya mengambil kesimpulan bahwa yang kita kerjakan sepenuh hati, Tuhan perhitungkan dan akan dikembalikan
Ada hukum tabur tuai yang terjadi, Kalau kita menabur kebaikan maka akan terjadi hukum tabur tuai, kebaikan itu akan kembali kepada kita.
Love, Audy
0 Comments:
Posting Komentar